Selepas musim panas dengan suhu tertinggi dalam 174 tahun, siapkah Asia hadapi gelombang panas ekstrem berikutnya?
SICHUAN dan SEOUL: Tahun lalu, saat China mengalami gelombang panas terburuk menurut catatan nasionalnya sejak 1961, ladang jagung milik Wang Guoning di provinsi Sichuan terdampak parah.
“Saking keringnya, jagungnya seperti rabuk yang siap terbakar. Banyak sekali tanaman mati,” kata Guoning, 33 tahun. “Intinya semua rusak, dan kami tidak ada pemasukan.”
Panas tahun ini pun begitu dahsyat, mencapai 52,2 derajat Celsius di provinsi Xinjiang, wilayah barat laut China. Beberapa provinsi, termasuk Sichuan, mengalami kekeringan dan kebakaran hutan.
Belajar dari pengalaman, agar dapat panen sebelum kondisi buruk, Guoning mulai menanam jauh lebih awal — lebih dari 20 hari. “Kami berhasil menentukan waktu dengan tepat,” ujarnya. “Jadi kami bisa mengurangi kerugian akibat kekeringan.”
Meski demikian, China mengalami penurunan panen biji-bijian musim panasnya. Stres termal membuat jagung, misalnya, berbuah dini, sehingga bulir-bulirnya lebih kecil dan panen pun lebih sedikit.
Source: CNA